Tampilkan postingan dengan label teknologi Pangan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label teknologi Pangan. Tampilkan semua postingan
Senin, 12 Januari 2009
Rengginang Beras Ketan
6:29 PM
amylosa - amylopektin, cara membuat rengginang beras ketan, Kewirausahaan, Pengab. Masyarakat, penjemuran, snack atau nyamikan, teknologi Pangan, Teknologi Proses, video alat cetak rengginang
11 comments
Dalam salah satu kegiatan pengabdian masyarakat saya untuk membantu permasalahan yang dihadapi UKM, saya berkesempatan bertemu dengan UKM rengginang "Lestari" yang beralamat di dusun Jenengan, desa Pondokrejo, Kecamatan Tempel, Kabupaten Sleman, Jogjakarta. UKM ini bukan warisan turun temurun dari generasi pendahulunya, melainkan dirintis oleh Ibu Sutiyem sendiri dan sudah ditekuni sejak tahun 1996. Pada mulanya usaha pembuatan rengginang hanya dikerjakan sendiri bersama keluarga dengan kemampuan produksi 2 - 5 kg beras ketan per hari. Namun seiring dengan permintaan pasar yang cukup baik, usaha tersebut dapat berkembang dan saat ini bisa mencapai 20 kg beras ketan per hari dengan melibatkan 6 pekerja secara borongan.
Rabu, 07 Januari 2009
Introduksi Alat Pencetak Rengginang Tepat Guna
6:53 PM
Alat dan Mesin, alat teknologi tepat guna, cara membuat, kapasitas produksi, manual, Pengab. Masyarakat, rengginang, rengginang beras ketan, teknologi Pangan
28 comments
Salah satu tugas melekat yang tidak dapat dielakkan bagi insan perguruan tinggi adalah melakukan pengabdian masyarakat. Dalam salah satu kegiatan pengabdian masyarakat saya di Dinas Pertanian Propinsi DIY, saya bertemu dengan kelompok UKM pangan. Dari sekian banyak permasalahan yang dilontarkan, ada salah satu permasalahan yang diungkapkan oleh UKM rengginang Lestari – Sleman yang menurut saya cukup menantang. Permasalahan tersebut adalah tuntutan adanya alat pencetak rengginang.
Rabu, 31 Desember 2008
Antara Rengginang Singkong Bojonegoro dan Pathilo Gunungkidul
10:03 PM
asam, beras ketan, cara membuat, cara membuat pathilo, cara pengolahan pathilo, cara pengolahan rengginang singkong Bojonegoro, dicetak, dikukus, fermentasi, gurih, Kewirausahaan, rengginang, singkong, teknologi Pangan, ubi kayu
18 comments

Di tingkat petani, upaya untuk mengolah ubi kayu menjadi produk olahan yang dapat meningkatkan kesejahteraannya sebenarnya juga sudah dilakukan, hanya saja macam variasi produk olahannya masih sangat terbatas dan kebanyakan produk olahannya bersifat setengah basah ataupun daya simpan produknya relatif terbatas, misalnya diolah menjadi combro, lemet, tape, direbus, digoreng, dan sebagainya. Akibatnya, jangkauan pasar yang dapat dicapai relatif terbatas dan jumlah bahan baku ubi kayu yang terserappun juga relatif sedikit.
Selasa, 16 Desember 2008
Tortila Chips – ala Bojonegoro Jawa Timur : Kerupuk Jagung Atau Tortila ?
3:50 PM
Bojonegoro Jawa Timur, cara membuat, cara pengolahan, jagung kuning, kerupuk jagung, teknologi Pangan, Teknologi Proses, tortila chips
2 comments
Tortila adalah salah satu produk olahan pangan berbahan baku jagung dan menurut sejarahnya sangat populer di Meksiko, Amerika Tengah dan Amerika Selatan.
Kata Tortila berasal dari bahasa spanyol yang artinya adalah jagung. Pada mulanya tortila merupakan produk olahan jagung berbentuk dadar (bulat , tipis, lebar) dan selanjutnya berkembang menjadi produk olahan kering berbentuk chips seperti yang dikenal sekarang ini.
Saat ini pengembangan tortila chips di Indonesia juga sudah dilakukan, akan tetapi masih terbatas di beberapa daerah sentra produksi jagung. Tortila chips sudah dikembangkan di Blitar dan Bojonegoro - Jawa Timur , Grobogan – Jawa Tengah, dan Bantul – Yogyakarta. Kecenderungan konsumen yang lebih menyukai produk makanan ringan yang praktis dan siap santap seperti tortila ini nampaknya memberikan harapan baru bahwa diversifikasi jagung menjadi tortila dapat diterima oleh masyarakat indonesia.
Berdasarkan informasi akurat di buku Refferensi Specialty Corn dan menurut pengamatan saya, teknologi pengolahan Tortila Chips yang dilaksanakan masyarakat tersebut sebenarnya lebih tepat disebut kerupuk jagung, bukan tortilla. Mengapa demikian ?. Sebab dari proses pengolahan maupun sifat produknya lebih mendekati sifat kerupuk. Dalam teknologi pembuatan tortila seharusnya menggunakan kombinasi proses pemanggangan dan penggorengan sehingga sifat produknya lebih bersifat getas – mudah patah (bukan krezz – mudah hancur). Contoh riil produk tortila yang sudah dikenal luas masyarakat adalah Happy-Tos Tortila Chips. Teknologi pembuatan tortila chips ini nampaknya mengadopsi teknologi pembuatan kue kering dan pembuatan chips atau keripik lainnya, yaitu mengombinasikan proses pemanggangan (baking) dan penggorengan (deep frying).
Walaupun produk olahan jagung tersebut diberi nama Tortila (meskipun kurang tepat), menurut saya sah-sah saja. Terlepas dari kekurang-tahuan pengertian tortila yang sesungguhnya, mungkin dengan nama tersebut lebih kedengaran ”aneh” di telinga calon konsumen sehingga mengundang rasa ingin tahu, ingin mencoba dan ingin membeli. Bisa juga, penggunaan nama tortila tersebut sebagai strategi ”marketting” barangkali.
Dalam proses pengolahan tortila ala Bojonegoro, mula-mula dipilih jagung yang bersih dan kondisinya baik, terutama bebas dari serangan jamur. Setelah dibersihkan dari kotoran, jagung direbus dengan ditambahkan kapur 2-4 % dari berat jagung selama sekitar 1 jam. Proses Niktamalisasi atau perebusan dengan kapur tersebut dimaksudkan untuk menghancurkan kulit ari (kulit tipis terbuat dari bahan sellulosa yang menyelimuti biji jagung), sehingga memudahkan penetrasi air dan panas kedalam biji jagung. Proses Niktamalisasi tersebut dianggap cukup apabila biji jagung ketika dipegang jari tangan terasa licin dan kulit ari hancur atau rusak. Setelah dicuci bersih, biji jagung direndam air bersih semalam. Perendaman ini dimaksudkan untuk memberikan kesempatan penetrasi air kedalam biji jagung, sehingga memudahkan proses pengukusan. Setelah dikukus matang, biji jagung kukus didinginkan, ditambah bumbu –bumbu (garam, MSG, dan bawang putih), kemudian digiling lembut menjadi hancuran massa. Selanjutnya hancuran massa tersebut dipipihkan dengan botol, lalu ditipiskan lagi menjadi lembaran-lembaran tipis menggunkan roll press gilingan mie. Selanjutnya lembaran-lembaran tipis tersebut dijemur sampai setengah kering, kemudian dipotong kecil-kecil berbentuk persegi dengan ukuran sekitar 2x4 cm. Setelah dijemur lagi hingga kering, tortila Bojonegoro tersebut bisa disimpan atau bisa juga langsung digoreng pada minyak goreng panas dengan suhu sekitar 200oC , dan selanjutnya dikemas untuk dipasarkan.
Menurut pengamatan saya, tortila ala Bojonegoro ini sifat-sifatnya seperti kerupuk gendar atau kerupuk karak dari nasi yang kita kenal selama ini, yaitu berwarna krem-kecoklatan dan rasanyapun mirip sekali. Hal ini sangat berbeda dengan tortila bikinan pabrik seperti Happy-Tos yang sifatnya lebih getas tetapi tetap renyah dan enak. Oleh karena itu, menurut saya tortila ala Bojonegoro tersebut lebih tepat disebut kerupuk jagung – bukan tortila. Bagaimana menurut pendapat anda ?.
Senin, 17 November 2008
Emping Jagung : Teknologi & Kendalanya
5:40 PM
asin, cara membuat, cara pengolahan, emping garut, emping jagung, emping singkong, gurih, manis, pedas, produk olahan pangan, teknologi Pangan, teknologi pengolahan
19 comments
Secara umum, emping adalah produk olahan pangan dari bahan berpati yang digencet atau dipipihkan menjadi lempengan dengan bentuk tertentu (biasanya bulat), dikeringkan, dan digoreng renyah. Emping ini dapat ditambahkan bumbu-bumbu sesuai selera, misalnya asin, pedas, gurih, manis, ditambahkan irisan daun bawang, atau ditambah bumbu lainnya. Bahan-bahan yang biasa diolah menjadi emping adalah melinjo, singkong/ubi kayu, garut, dan jagung.
Rabu, 15 Oktober 2008
Pengembangan Kerupuk Jagung
9:18 PM
Bantul, bergizi, enak, gurih, jagung, kerupuk, murah, renyah, teknologi Pangan, Teknologi Proses
4 comments
Jagung merupakan salah satu hasil pertanian pangan sumber karbohidrat unggulan di daerah tropis , termasuk Indonesia. Potensi hasil pertanian jagung tersebut menempati urutan kedua setelah beras. Produksi jagung nasional di Indonesia menurut Biro Pusat Statistik tahun 2006 sebesar 11,61 juta ton pipilan kering, kemudian tahun 2007 meningkat menjadi 14,8 juta ton, dan pada tahun 2008 diperkirakan mencapai 18 juta ton. Beberapa daerah unggulan sentra produksi jagung nasional adalah Jawa Timur, Jateng, Lampung, Sumatera Utara dan Sulawesi Selatan. Khusus di Jawa Tengah dan DIY, beberapa daerah penghasil jagung antara lain Sragen, Gobogan, Klaten, Kulonprogo, Bantul, dan sebagainya.
Sebagian besar produksi jagung diserap oleh industri pakan ternak, sedangkan sebagian kecil sisanya untuk industri pangan, misalnya sebagai tepung jagung, emping jagung, marning, popcorn, dan sebaginya. Beberapa produk olahan jagung skala rumah tangga yang cukup banyak diusahakan adalah Tortilla (di Bojonegoro – JawaTimur) dan Emping Jagung (di Bantul).
Beberapa kelemahan pokok dalam industri tortilla adalah dibutuhkannya mesin penggiling dan mesin pemipih (roll press) yang cukup mahal investasinya. Sedangkan pada industri emping jagung, selain kendala dibutuhkannya mesin pemipih (roll press) yang cukup mahal, juga cukup tingginya hancuran emping jagung dan bagian lembaga jagung yang tidak dapat dimanfaatkan yaitu mencapai 20 %. Cukup tingginya hancuran tersebut disebabkan karena emping jagung bersifat rapuh dan mudah hancur, serta bagian lembaga yang terlepas. Meskipun bagian yang tidak dimanfaatkan tersebut dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak, akan tetapi hal ini tentunya mengurangi hasil atau pendapatan yang seharusnya diterima produsen.
Untuk mengatasi masalah tersebut, maka diusulkan diversifikasi olahan jagung menjadi kerupuk (Kerupuk Jagung). Dengan diolah menjadi kerupuk Jagung, maka kebutuhan investasi mesin yang mahal tersebut dapat dihindari, tidak ada lagi bagian yang terbuang, teknologi lebih mudah dan sederhana, sangat terbuka bagi masyarakat yang ingin mengusahakannya, kerupuk lebih renyah, dan lebih dapat diterima masyarakat luas.
Teknologi ini telah dikembangkan oleh UKM Protepa Jogja di daerah Bantul. Selain itu, melalui KKN Tematik – Mahasiswa Fakultas Teknologi Pertanian Jurusan TPHP periode bulan Juli - Agustus tahun 2008 yang lalu, diversifikasi olahan kerupuk jagung ini juga sudah disosialisasikan di daerah Kulonprogo maupun Gunungkidul.
Dalam pengolahan kerupuk jagung, mula-mula dipilih jagung yang bersih dan kondisinya baik, terutama bebas dari serangan jamur. Setelah dibersihkan dari kotoran, jagung direbus dengan ditambahkan kapur 2-4 % dari berat jagung selama sekitar 1 jam. Proses Niktamalisasi atau perebusan dengan kapur tersebut dimaksudkan untuk menghancurkan kulit ari (kulit tipis terbuat dari bahan sellulosa yang menyelimuti biji jagung), sehingga memudahkan penetrasi air dan panas kedalam biji jagung. Proses Niktamalisasi tersebut dianggap cukup apabila biji jagung ketika dipegang jari tangan terasa licin dan kulit ari hancur atau rusak. Setelah dicuci bersih, biji jagung direndam air bersih semalam. Perendaman ini dimaksudkan untuk memberikan kesempatan penetrasi air kedalam biji jagung, sehingga memudahkan proses pengukusan. Setelah dikukus matang, biji jagung kukus dihancurkan kasar (tidak perlu lembut), kemudian ditambahkan tapioka dan bumbu-bumbu, selanjutnya dibungkus plastik seperti tempe dan dikukus lagi untuk mematangkan tapioka. Setelah didinginkan dan keras, adonan kerupuk dirajang tipis 1-1,5 mm, lalu dijemur sampai kering. Kerupuk kering ini dapat disimpan sampai saatnya digoreng, atau dapat pula langsung digoreng pada minyak goreng panas pada suhu sekitar 200oC . Kerupuk jagung ini dapat berfungsi sebagai lauk makan ataupun sebagai nyamikan (snack). Yang membedakan adalah konsentrasi bumbu yang ditambahkan, terutama bumbu garam. Untuk tujuan nyamikan, biasanya garam yang ditambahkan relatif lebih sedikit sehingga tidak terlalu asin.
Dengan diversifikasi olahan jagung menjadi kerupuk jagung ini diharapkan akan menambah deretan perbendaharaan hasil olahan jagung dan dapat meningkatkan konsumsi jagung untuk pangan. Hal ini tentunya akan memberikan multiplier effect bagi petani jagung, yaitu memberikan jaminan terserapnya produksi jagung oleh industri pangan, selain oleh industri pakan ternak.