Rabu, 15 Oktober 2008

Pengembangan Kerupuk Jagung


Jagung merupakan salah satu hasil pertanian pangan sumber karbohidrat unggulan di daerah tropis , termasuk Indonesia. Potensi hasil pertanian jagung tersebut menempati urutan kedua setelah beras. Produksi jagung nasional di Indonesia  menurut Biro Pusat Statistik tahun 2006 sebesar 11,61 juta ton pipilan kering, kemudian tahun 2007 meningkat menjadi 14,8 juta ton, dan pada tahun 2008 diperkirakan mencapai 18 juta ton.  Beberapa daerah unggulan sentra produksi jagung nasional adalah Jawa Timur, Jateng, Lampung, Sumatera Utara dan Sulawesi Selatan. Khusus di Jawa Tengah dan DIY, beberapa daerah penghasil jagung antara lain Sragen, Gobogan, Klaten, Kulonprogo, Bantul, dan sebagainya.

Sebagian besar produksi jagung diserap oleh industri pakan ternak, sedangkan sebagian kecil sisanya untuk industri pangan, misalnya sebagai tepung jagung, emping jagung, marning, popcorn, dan sebaginya. Beberapa produk olahan jagung skala rumah tangga yang cukup banyak diusahakan adalah Tortilla (di Bojonegoro – JawaTimur) dan Emping Jagung (di Bantul).

Beberapa kelemahan pokok dalam industri tortilla adalah dibutuhkannya mesin penggiling dan mesin pemipih (roll press) yang cukup mahal investasinya. Sedangkan pada industri emping jagung, selain kendala dibutuhkannya mesin pemipih (roll press) yang cukup mahal, juga cukup tingginya hancuran emping jagung dan bagian lembaga jagung yang tidak dapat dimanfaatkan yaitu mencapai 20 %. Cukup tingginya hancuran tersebut disebabkan karena emping jagung bersifat rapuh dan mudah hancur, serta bagian lembaga yang terlepas. Meskipun bagian yang tidak dimanfaatkan tersebut dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak, akan tetapi hal ini tentunya mengurangi hasil atau pendapatan yang seharusnya diterima produsen.

Untuk mengatasi masalah tersebut, maka diusulkan diversifikasi olahan jagung menjadi kerupuk (Kerupuk Jagung). Dengan diolah menjadi kerupuk Jagung, maka kebutuhan investasi mesin yang mahal tersebut dapat dihindari, tidak ada lagi bagian yang terbuang, teknologi lebih mudah dan sederhana, sangat terbuka bagi masyarakat yang ingin mengusahakannya, kerupuk lebih renyah, dan lebih dapat diterima masyarakat luas.

Teknologi ini telah dikembangkan oleh UKM Protepa Jogja di daerah Bantul. Selain itu, melalui KKN Tematik – Mahasiswa Fakultas Teknologi Pertanian Jurusan TPHP periode bulan Juli - Agustus tahun 2008 yang lalu, diversifikasi olahan kerupuk jagung  ini juga sudah disosialisasikan di daerah Kulonprogo maupun Gunungkidul.

Dalam pengolahan kerupuk jagung, mula-mula dipilih jagung yang bersih dan kondisinya baik, terutama bebas dari serangan jamur. Setelah dibersihkan dari kotoran, jagung direbus dengan ditambahkan kapur 2-4 % dari berat jagung selama sekitar 1 jam. Proses Niktamalisasi atau perebusan dengan kapur tersebut dimaksudkan untuk menghancurkan kulit ari (kulit tipis terbuat dari bahan sellulosa yang menyelimuti biji jagung), sehingga memudahkan penetrasi air dan panas kedalam biji jagung. Proses Niktamalisasi tersebut dianggap cukup apabila biji jagung ketika dipegang jari tangan terasa licin dan kulit ari hancur atau rusak. Setelah dicuci bersih, biji jagung direndam air bersih semalam. Perendaman ini dimaksudkan untuk memberikan kesempatan penetrasi air kedalam biji jagung, sehingga memudahkan proses pengukusan. Setelah dikukus matang, biji jagung kukus dihancurkan kasar (tidak perlu lembut), kemudian ditambahkan tapioka dan bumbu-bumbu, selanjutnya dibungkus plastik seperti tempe dan dikukus lagi untuk mematangkan tapioka. Setelah didinginkan dan keras, adonan kerupuk dirajang tipis 1-1,5 mm, lalu dijemur sampai kering. Kerupuk kering ini dapat disimpan sampai saatnya digoreng, atau dapat pula langsung digoreng pada minyak goreng panas pada suhu sekitar 200oC . Kerupuk jagung ini dapat berfungsi sebagai lauk makan ataupun sebagai nyamikan (snack). Yang membedakan adalah konsentrasi bumbu yang ditambahkan, terutama bumbu garam. Untuk tujuan nyamikan, biasanya garam yang ditambahkan relatif lebih sedikit sehingga tidak terlalu asin.

Dengan diversifikasi olahan jagung menjadi kerupuk jagung ini diharapkan akan menambah deretan perbendaharaan hasil olahan jagung dan dapat meningkatkan konsumsi jagung untuk pangan. Hal ini tentunya akan memberikan multiplier effect bagi petani jagung, yaitu memberikan jaminan terserapnya produksi jagung oleh industri pangan, selain oleh industri pakan ternak.

4 komentar:

  1. semua stakeholder seharusnya lebih menjalin kerjasama yang positif untuk pengembangan hasil produksi pertanian. dengan sejahteranya petani, maka titik cerah pendidikan akan trwujud karena petani tidak akan ragu lagi menyekolahkan anaknya. Ketertinggalan suatu bangsa tidak luput dari kemiskinan dan kebodohan. iya g.....................?

    BalasHapus
  2. ok. setuju banget. Tapi, yang paling penting ketertarikan generasi muda untuk mengembangkan potensi SDA -termasuk pertanian- harus terus dibangkitkan. Jangan mengandalkan generasi tua - bapak-bapak petani kita yang sudah loyo secara fisik. Ayo semangat......

    BalasHapus
  3. saya baru saja membaca petunjuk pembuatan krupuk jagung dari bptp jateng..., kok caranya sedikit berbeda dari paparan di atas yah???

    BalasHapus
  4. makasih kunjungannya mbak Aning.. Betul mbak, apa yg saya sampekan di atas memang beda dg yg di BPTP Jateng... Saya orientasinya ke produksi skala pabrik, shg teknologi, kapasitas produksi dan kepraktisan lbh saya utamakan.... Lagi pula sifat produk yg dihaslkan juga beda... jadi, ya anggap saja sbg referensi bahwa teknologi bikin krupuk gak hanya satu, tapi ada alternatif lain.. salam..

    BalasHapus